Vonis Ringan Terjadi Karena UU Tipikor Beri Ruang Jatuhkan Vonis tak Maksimal
Wakil Ketua DPR Pramono Anung menilai, terjadinya vonis ringan pengadilan tipikor terhadap koruptor karena pasal-pasal dalam UU Tipikor membuka ruang untuk orang memberikan hukuman yang tidak maksimal.
“ Karena itu kita tahu orang yang melakukan tindak pidana korupsi adalah orang-orang yang sudah punya uang, sehingga untuk mengkorupsi saja berani untuk mempertahankan dirinya supaya tidak mendapatkan hukuman yang maksimal meski dilakukan secara illegal,” katanya di Gedung DPR Selasa (30/7).
Hal itu dipertanyakan sehubungan vonis ringan yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor terhadap kasus-kasus korupsi sebagaimana diungkap ICW. Lembaga ini mencatat, sepanjang semester II tahun 2010 hingga semester I tahun 2013 ini, terdapat 143 terdakwa korupsi yang divonis bebas dan 185 terdakwa divonis kurang dari setahun penjara.
ICW juga merilis bahwa 384 terdakwa korupsi dihukum penjara 1-5 tahun, lalu terdapat 35 orang yang divonis 5-10 tahun penjara dan hanya 5 orang yang divonis diatas 10 tahun penjara.
Menuut Pramono, dalam UU Tipikor juga dibuka ruang bagi jaksa tipikor untuk banding. “ Saya lihat semua yang hukumannya ringan itu akan naik banding hingga ke MA. Dan lembaga inilah, meski kemarin ada kasus tertangkap tangan penyuapan , tetapi saya masih menaruh harapan yang tinggi kepada teman-teman di MA sebagai penjaga guardian dari hukum kita,” jelas Pramono.
Ditegaskan lagi, kebanyakan dari kasus-kasus yang terkena UU Tipikor kemudian naik banding ke atas, minimal akan disamakan hukumannya, bahkan ada yang ditambah hukumannya. “ Saya masih menaruh harapan terhadap hal itu,” kata Pramono menambahkan. (mp,mh)foto:wahyu/parle